Penaklukan Andalusia 711m Oleh Thariq bin Ziyad

Pada tanggal 29 April 711M, seorang panglima muda berdiri dengan gagahnya diatas sebuah bukit. Dengan tajam memandang hamparan semenanjung Iberia Spanyol yang kemudian dikenal dengan Andalusia. Dia menatap wajah prajurit prajuritnya yang penuh dengan kobaran api semangat. Dan memerintahkan kepada mereka untuk segera membakar 200 kapal armada perangnya. Setelah semua kapal hangus terbakar, ia menyampaikan sebuah amanah yang sangat heroik, “ wahai para prajuritku yang gagah perkasa! Tidak ada jalan untuk melarikan diri! Laut dibelakang dan musuh di depan kalian. Demi allah, tidak ada yang dapat kalian lakukan kecuali bersungguh-sungguh penuh keihklasan dan kesabaran. Ingatlah, jadilah muslim terhormat atau mati sebagai Syuhada.”

Siapakah panglima tersebut? Ia adalah Thariq bin Ziyad. Sebuah nama yang sangat melegenda. Kelak bukit tempat ia berdiri, tempat pertama kali ia menjejakkan kakiknya di Iberia disebut sebagai “ Jabal ath-Thariq” atau dalam lidah barat diucapkan Gibraltar!

Misi Thariq bin Ziyad adalah membebaskan rakyat Spanyol (yang kemudian disebut dengan al-andalus) dari kezaliman serta penindasan raja dan kaum bangsawan. Khususnya, Raja Roderick dari Visighot yang telah memperkosa florinda putri tunggal Julian Gubernur Ceuta. Florinda akhirnya bunuh diri karena merasa terhina dan tidak kuat menanggung rasa malu.

Melihat peristiwa ini, Julian merasakan kepedihan yang luar biasa dan meminta kepada Musa bin Nushair Gubernur Maghribi untuk dapat membalaskan rasa sakitnya itu serta membantunya dengan memberikan beberapa kapal untuk pasukan Musa bin Nushair. Permintaan Julian disambut oleh Musa bin Nushair karena memang sudah lama umat Islam mendengar penderitaan rakyat yang tertindas di Spanyol dan belahan Eropa lainnya akibat kekuasaan monarki yang Absolut.

Baca Juga :  Bukti Colombus Bukan yang Pertama Menjelajah Amerika

Inilah alasan utama Musa bin Nushair menunjuk Thariq bin Ziyad yang masih muda memimpin pasukan sebagai bentuk aktualisasi wahyu Ilahiyah untuk memebebaskan umat manusia dari segala bentuk kezaliman. Dalam ajaran Islam, penyelamatan nilai kemanusiaan adalah amanah Ilahi yang merupakan hukum paling tinggi sebagaimana Cicero berkata “salus populi suprema lex” yang berarti “ keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.”

Perbandingan antara kedua pasukan 1:10. Pasukan Thariq bin Ziyad terdiri dari 7000 orang, sedangkan Raja Roderick memiliki pasukan terlatih 70.000 orang lengap dengan pasukan berkudanya. Memang tidak sebanding, tetapi semangat dan keyakinan para prajurit, kekompakan dan dibalut dengan kepemimpinan Thariq mampu bergerak dengan cepat tanpa hambatan.

Tanggal 19 Juli 711, pasukan Thariq bin Ziyad mampu menancapkan panji-panji bulan bintang setelah pertempuran yang menentukan di Guadalete. Roderick mencoba melarikan diri dengan menyebrangi sungai, tetapi ia mati tenggelam.

Kemenangan Thariq bin Ziyad adalah tonggak dimulainya pencerahan di dunia Eropa. Dibawah kerajaan Islam, agama Yahudi, Kristen, dan Islam mampu hidup berdampingan secara harmonis bagaikan tiga sahabat dalam satu tempat tidur selama 600 tahun. Orang-orang Yahudi mengalami kebangkitan Spiritual dan Kultural di Spanyol. Mereka menimba mutiara ilmu dari para Cendekiawan Muslim dan mereka tidak menjadi korban kebencian para para penguasa Kristen seperti yang terjadi di belahan Eropa Lainnya. Tidak ada undang-undang anti propaganda Kristen atau Yahudi di kerajaan Islam, bahkan mereka bebas mendapatkan perlindungan. Kepada mereka hanya diberikan status sebagai “dzimmi” (minoritas yang dilindungi), suatu status yang memberikan perlindungan penuh secara militer dan sipil selama mereka menghormati hukum dan supermasi negara Islam.

Salah satu faktor kemenangan Thariq bin Ziyad adalah dukungan dari penduduk setempat. Para penduduk asli merasa terkesan dengan keluhuran akhlak personel pasukan Thariq. Mereka merasa terbebaskankan dan sangat percaya bahwa rakyat Andalusia akan memperoleh keadilan dan kesejahteraan serta terbebas dari penindasan Raja, Bangsawan, Bourgouise, dan LandLord (tuan tanah) yang meyengsarakan penduduk dengan mewajibkan membayar pajak atau upet yang sangat tinggi. Selama ini mereka hidup dalam suasana yng mencekam dan rasa takut bagaikan budak yang setiap saat dapat dirampas harga dirinya sebagai manusia.

Baca Juga :  Barbar, Karakter Sosial Baru Penduduk +62 Indonesia

Para sejarawan telah bersepakat bahwa pada zaman itu kerajaan Islam berperan sebagai superpower yang mengawali peradaban modern selanjutnya. Ilmu pengetahuan, teknologi, dan filsafat dikembangkan. Pintu ijtihad dibuka lebar. Tak ayal lagi Andalusia adalah mata rantai bahkan pelopor yang menghantarkan lahirnya peradaban modern sebagaimana yang kita saksikan hari ini. Tanpa Andalusia dunia akan tetap tersembunyi dalam kegelapan.