Faktor Faktor Penyebab Punahnya Bahasa Daerah di Indonesia

albabbarrosa. Faktor Punahnya Bahasa Daerah – Sebagai Makhluk sosial, manusia tentu perlu melakukan interaksi dengan yang lainnya. Dalam berinteraksi ada hal hal yang harus dipebuhi diantara kedua makhluk sosial tersebut, yakni capainya sebuah tujuan atau sampainya sebuah informasi yang ingin disampaikan .  

Manusia membutuhkan sebuah alat untuk menyampaikan sebuah informasi. Bisa menggunakan sebuah tulisan, sebuah isyarat, atau dengan oral (berbicara / mengeluarkan bunyi).   Informasi tersebut harus bisa dipahami oeh pihak kedua (yang diberi informasi), Maka dari itu kedua belah pihak harus merumuskan sebuah sistem yang bisa memuat sebuah informasi dan dapat dipahami oleh kedua pihak. Dan sistem tersebut adalah bahasa.  

Bahasa adalah sistem lambang dan bunyi yang bersifat arbitrer (tidak ada hubungan antara lambang bahasa atau bunyi dengan makna bahasa), mempunyai makna, produktif, konvensional dan universal. Dan dalam bahasa itu juga tercerminkan karakter, sifat dan identitas penutur.  

Semakin berkembangnya keadaan semakin bertambah pula kosa kata sebuah bahasa. Hal tersebut karena ada sesuatu baru yang harus diberi nama atau diberi kode agar semua pengguna bahasa terkait bisa memahami hal baru tersebut. Sebagai contoh; mungkin orang orang pada tahun 90-an tidak mengenal kata selfi, karena bentuk dari selfi itu sendiri belum ada. Ketika kamera digital mulai mencakup banyak orang, ada sebuah perbuatan memfoto diri sendiri dengan kameranya, dan perbuatan tersebut harus diberi kode agar mudah disampaikan, maka diberilah kode selfi.  

  Berkembangnya zaman juga bisa berdampak buruk terhadap sebuah bahasa, salah satunya adalah punahnya bahasa.  

Benarkah bahasa bisa punah? Jika iya, apa saja faktor punahnya bahasa? Mungkin kebanyakn orang tidak percaya dengan pertanyaan ini, karena manusia butuh bahasa sebagai alat komunikasi. Menurutnya bahasa akan tetap ada dan eksis sepanjang kehidupan ini ada.  

Baca Juga :  Dialek Khas Orang Kudus : Dari Nem Sampai Neni

Hal tersebut bisa jadi benar dengan menafikan realitas dan telaah secara mendalam tentang sebuah bahasa. Nyatanya memang beberapa bahasa daerah sudah mengalami kepunahan. Sebagai negara dengan kekayaan alam, kekayaan budaya Indonesia juga kaya akan bahasa daerah, tercatat ada ratusan bahasa daerah di Indonesia namun kian hari eksistensi beberapa bahasa daerah tersebut mulai pudar dan berangsur angsur akan punah.  

Menurut Willem Arnoldus Laurens Stokhof, Proffesor belanda yang meneliti tentang bahasa Indonesia, yang menerima gelar doktor kehormatan dalam bidang linguistik dari UI pada 9 februari 2013, mengatakan bahwa sejumlah bahasa non-Austronesia yang ditutur di pulau Alor dan Pantar, Nusa Tenggara Timur terancam punah karen ditinggalkan penuturnya.

Sedangkan bahasa Welsh yang digunakan di Wales, Inggris pada  tahun 1850, sekitar 80 persen masyarakatnya menggunakan bahas Welsh tetapi pada tahun 1991 hanya terdapat 18,7 persen warga yang menguasai bahasa Welsh akibat dari urbanisasi  dan penggunaan bahasa di media massa dengan non-bahasa daerah.   Menurut dr.Moh Rosid dalam bukunya Bahasa Indonesia dan Riset ada beberapa faktor yang menyebabkan punahnya sebuah bahasa, yaitu :

Tidak Adanya Regenerasi Pengguna Bahasa Daerah

Sebagaimana bahasa orang sekak (orang laut) yang terpencar di belitung di kampung juru seberang, Kampung laut, dan Gantung, sedangkan di Bangka terdapat lima Kampung utama orang laut yakni Pongok, Lepar, Kudinpar, Kuto Panji, dan Jebu Laut. Antropologi maritim dari Universitas Tokyo, Akifumi Iwabuchi yang meneliti orang sekak menyatakan, kini tidak sampai 50 orang yang bisa berbahasa sekak, yang bisa berbahasa sekakpun kini dalam usia lebih dari 50 tahun. Anak muda hanya bisa mendengar, tetapi tidak bisa berbicara dalam bahasa sekak karena sudah terbiasa berbahasa melayu belitung atau Melayu Bangka. Itu adalah data pada tahun 2013, pada tahun sekarang mungkin bahasa tersebut sudah punah.   Ada beberapa alasan kenapa tidak ada regenerasi pengguna bahasa daerah, antara lain;

Baca Juga :  Perubahan Fonologi dan Morfologi Bahasa Indonesia

Malu menggunakan bahasa daerah

Sangat sering kita jumpai pada saat ini, banyak pemuda yang lebih memilih menggunkan bahasa Indonesia untuk sekedar ngobrol santai, padahal mereka jelas berada di daerah. Meskipun mereka berada diwilayah formal (kampus, sekolah, kantor dll) ada baiknya untuk menggunakan bahasa daerah dengan lawan bicara yang juga bisa bahasa daerah untuk sekedar ngobrol santai sambil nyemil.   Rasa malu tersebut juga merupakan efek dari tingkat sosial. Saya sangat miris ketika ada orang yang menghina atau mengejek gaya bicara orang yang terkesan ndeso, karena suaranya medok bahasa jawa. Padahal hal tersebut harusnya malah dibanggakan karena menunjukan orang tersebut bisa dua bahasa atau bahkan lebih.

Faktor Perang dan Kondisi Geografis

Berbeda dengan punahnya bahasa di Amerika Selatan dikarenakan penjajahan dan kondisi geografis benua. Amerika selatan memiliki lebih dari 50 rumpun bahasa bahasa, bila dibandingkan dengan gabungan rumpun bahasa di Afrika, Asia dan Eropa hanya 21 Rumpun.

Solusi untuk mengatasi kepunahan bahasa adalah

  • Bahasa diaktifkan untuk komunikasi. Analisis Unesco, diperkirakan 2.500 bahasa di dunia terancam punah, dari 6000 bahasa dunia yang masih aktif dipakai pengguna bahasa. Diprediksi pada akhir abad 21, bahasa daerah di dunia tersisa hanya 10 persen.
  • Dibuatnya atlas bahasa oleh Unesco bisa menjadi solusi untuk menjaga kelestarian bahasa. Dan pada tanggal 21 Februari dijadikan sebagai hari bahasa Ibu internasional (International Mother Language Day). 
  • Dilakukannya Riset Bahasa. Dengan demikian, penelitian dapat dijadikan ajang untuk meredam punahnya bahasa. Juga mengingatkan langkah pemerintah melalui pusat bahasa yang berada dibawah naungan Kemendikbud agar mengayomi dan menghidupkan bahasa dengan berbagai langkah ideal, seiring peradapan dunia.
Baca Juga :  Bahasa dan Tutur Dalam Masyarakat